Tuesday, 9 November 2010

SIAPA SIH DIA ?

Umang Belik: 

Adalah Tri Wibowo BS yang menjebatani saya dengan seseorang dimana pada saat itu masih asing, ya! bahkan sangat asing.

"Ah!, siapa sih dia ?"


Melalui sebuah posting cover buku di facebook, Mbah Kanyut, demikian ia biasa dipanggil, menyertakan komentar; "meski saya sebagai editor punya hak prerogatif yang bisa saja mengacak-acak sebuah calon buku sesuai selera saya terhadap buku yang akan diterbitkan, tapi untuk buku ini jika saya menggunakan hak itu justru hanya akan mengotori esensi buku ini...” 


Selesai membaca tulisan editor senior penerbit Kakilangit kencana dan memandang desain sebuah calon buku, saya berpikir untuk bagaimana caranya bisa membeli buku itu bila kelak terbit. Yang ada dalam benak saya, buku ini pasti sangat mahal (utk ukuran kantong saya), tapi bila ditilik dari isi dan kualitas serta nilai seni, harga menjadi persoalan ke seratus satu. Akhirnya saya memutuskan menabung agar pada saat buku itu tebit saya sudah siap membelinya.
Menuju tanggal terbit, facebook dibanjiri status dan komen-komen dan sejumlah jempol, hingga terbitlah buku yang saya diidam-idamkan itu.
Dengan menebeng saudara Zen, dan berbagai upaya termasuk nyasar kesana kemari, tibalah rombongan kami di kantor "Kaki Langit..." disitu sudah menunggu Mbah Kanyut beserta balad-baladnya. Rasa kangenpun meledak sesama warga Senthir tumpah diruang yang ber AC itu. Ngopi-ngopi, canda-canda, crengas-crenges pun pecah.

Newseum Art space, acara selamatan selesai produksi buku RUPA & KARAKTER WAYANG PUR
Newseum Art Space di jalan Merdeka Utara, tepatnya jalan Veteran, tempat dimana acara itu akan dilaksakan,... makin malam makin ramai, makin riuh, makin banyak kata yang berhamburan makin banyak tawa yang dilepaskan, karena ternyata ruangan itu nyaris dipenuhi orang-orang SENTHIR, meski ada Juga Romo Muji Sutrisno, Mbah Dwi Koendoro, dan orang-orang hebat lainnya. Ditengah riuh rendahnya suara, mendadak sontak seketika senyap..ada apa gerangan ? Semua orang berdiri,... menengok kearah pintu masuk,... tanpa iringan gamelan bedoyo srimpi, tanpa klenengan banyumasan, tanpa kendangan yang menghentak,... masuklah sosok dengan terseok-seok (sungguh diluar dugaan saya), ia berjalan dengan satu kaki yang agak diseret (dalam hati saya "ketidak sempurnaan adalah sebuah potensi"), dengan gembira, sosok tersebut menuju ke tengah ruangan dan menyalami semua tamu yang hadir -termasuk yang tidak diundang, sampai pada gilirannya saya menyalami tangan beliau dan memperkenalkan diri ,... "Umang Belik Mas",... "oh terimakasih-terimakasih sudah hadir disini...., ya! saya Heru S Sudjarwo", dengan gaya khas dan selalu membayang dipelupuk mata.

Acara mengalir mulai sejarah penulisan buku "RUPA & KARAKTER WAYANG PURWA", seremoni penyerahan cindera mata kepada tamu undangan, kepada pembeli pertama, hingga ditutup dengan do'a oleh Gus Adib Machrus,... telah mampu menggambarkan demikian panjang perjuangan menuangkan sebuah kecintaan pada wayang. Meski hanya disisa-sisa suara yang bisa jadi itu berupa suara pantulan atau resonansi saja, saya masih sempat mendengar sebuah RAUNGAN itu.
Raungan seorang Heru S Sudjarwo.
Tokoh SENTHIR: Gus Adib, Bunda Sridem, Zen Mehbob dan Umang Belik bersama penulis (Kiri). Teman-teman SENTHIR, meramaikan acara selamatan (Kanan)

Heru s sudjarwo, Gus Adib Machrus dan Zen Mehbob
Itulah awal perkenalan dan pertemanan saya dengan Heru S Sudjarwo, itulah kali pertama saya berjumpa secara fisik. Selepas itu, tidak ada pertemuan berikutnya, kami dan teman-teman lain hanya saling menyapa di jejaring sosial ini, tidak ada jabat tangan bahkan pelukan hingga acara Kopdar SENTHIR di Guci,... itulah kali kedua saya bertemu dengan Heru S Sudjarwo, cerita demi cerita, kelakar demi kelakar, canda demi canda bahkan ledekan demi ledekan dilontarkan dengan bersahaja, dengan kekuatan jiwa yang penuh dedikasi atas ketulusan berteman, tekadkan untuk bisa ikut berkumpul dengan Warga SENTHIR ditengah-tengah kesibukannya mendokumentasikan wayang-wayang Koleksi Begug Poernomosidi.

Pertemuan di GUCI (kiri), Bupati Tegal Agus Riyanto membeli buku R&KWP (kanan), foto bersama Bupati Tegal (Insert)
Pertemuan dengannya di suasana lebaran di rumah kawan Zen mehbob adalah kali ketiga kami bertemu, lagi-lagi aku dapati sosok yang selalu gembira, selalu bersahaja, selalu meledak-ledak dengan gaya bicara yang sangat teatrikal, penuh intonasi dengan artikulasi yang jelas ditunjang dengan gerakan serta mimik hasil olah tubuh yang mumpuni. Semua yang ada di rumah itu terkesiap.
Ia bercerita tentang bagaimana proses merancang dan membuat patung, proses desain piala citra, proses menyungging wayang, proses kreatif sebagai art driector, bahkan mengingat nama-nama lama didunia pentas dan seni seperti Pak Roedjito (almarhum ), sang master dalam penataan panggung, tentang Toeti Indra Malaon, tentang Niniek L Karim, tentang percussionist Dullah Suweleh dan lain-lain laksana sebuah perpustakaan yang tak habis dibaca.
Ternyata,... saya bertemu dengan bukan saja seorang pekerja seni, tapi keberadaannya sendiri sudah sebuah seni, brewoknya seni, gaya bicaranya seni, cara berpakaiannya seni, kerdipan matanya seni, tertawanya seni, selorohnya seni, denyut nadinya juga seni, bahkan jiwanya... ya! jiwanya itu sendiri sudah sebuah seni. Tidak percaya ?... mengenalah lebih dekat! dan jangan DEKATI DIA DENGAN BEKAL SEADANYA. Tapi saya nekad memeluknya dengan bekal yang bukan lagi seadanya, bener-benar tanpa bekal, ya! tanpa bekal sama sekali saya memeluk beliau, karena saya yakin, kearifannya akan menerima saya dengan apa adanya.
Tgl 9 Oktober 2010, dari jam 8 malam sampai pagi, saya, Gus Adib Machrus dan Mas Heru... berbincang di kediaman Gus Adib, ia mengatakan bahwa "Heru juga bisa sedih".

Saya menangkap banyak hal, saya faham bahkan bila saya bisa meski dengan lirih, akan saya katakan "Mas! apa yang bisa saya lakukan?",... ketika ketulusanmu dijawab dengan akal bulus, ketika komitmenm diu terhadap seni dijawab tipu daya, ketika kasih sayangmu dijawab dengan muslihat... Hiks!
Mas,... layar monitor ini mendadak buram, saya tidak bisa melanjutkan tulisan ini meski sudah pakai kacamata, tapi percayalah Mas, disini masih ada Mbah Kanyut, Aki Anwar, Kang Rumli, Gus Adib, Kang Zen, Mas Imam, Mbak Desiree, Mbak Pamella, warga SENTHIR secara keseluruhan yang memiliki keihklasan...menemanimu.

 ...terakhir ada saya Mas!.

Sitanggal
25 Oktober 2010 





Umang Belik
Seorang Sahabat,
Belasan tahun berkelana di hutan-hutan Irian Jaya
sebagai Floor Director - Construction & Technical Surveyor
Sekarang mengelola beberapa Waralaba di Tegal.
Gemar Melukis dan menulis

Saturday, 30 October 2010

WAYANG FOR KIDS



*Jimpitan pikiran*

Inspirasi ini muncul begitu saja ketika saya berkenalan yang dilanjutkan berbincang dengan penulis buku "Rupa & Karakter Wayang Purwa", Heru S Sudjarwo. Kebetulan momen perkenalan kami adalah di saat jelang launching buku babon wayang purwa tersebut, yang pengerjaannya sedang dikebut agar tepat waktu di kantor Kakilangit. Sebagai posko penggarapan, kantor penerbit ini siang malam selalu "berdenyut" dan berpenghuni, sehingga saya dapat bertandang kesana kapan saja. Lebih-lebih pada waktu itu, juga menjadi awal tatap muka saya dengan Tri Wibowo yang lebih sering dipanggil dengan nama artisnya: Mbahnyut. Melalui Mbahnyut pulalah persahabatan saya dengan Sang "Superheroe" ini bermula.

Setelah acara perkenalan selesai, dilanjutkan dengan perbincangan. Perbincangan? Oh, nanti dulu. Tepatnya adalah saya disuguhi sebuah "pagelaran". Sesekali memutar film dokumenter, lalu beralih ke drama, kadang diselingi dengan adegan silat yang sungguh luar biasa hidup dengan jurus "delapan penjuru angin", atau bumbu-bumbu guyon yang khas dan segar. Mengikuti gaya, mimik, ekspresi, intonasi, dan gerak seluruh anggota badannya yang semuanya turut memberi aksen cerita, saya seperti "menonton" sesuatu.

Semisal ketika ia mengisahkan pertarungan antara Karna dan Gatotkaca. Terbayang di layar benak saya, bagaimana kelebat Konta yang melesat, berdesing, dan berkilatan lalu menembus perut Kesatria Pringgondani itu. Begitu juga kala tubuh sang pahlawan meluncur deras, berdebum keras dan terhempas ke tanah, menghasilkan gumpalan debu yang beterbangan, hingga akhirnya menimbulkan lubang besar yang menganga, akan tergambar dengan detil.

Lebay? Tidak.

Saya teringat semasa kecil dulu. Ibu saya adalah seorang yang saya sukai saat bercerita. Kisah favorit saya pada waktu itu seputar para nabi dan rasul. Gaya bertutur ibu yang dapat membawa imajinasi mirip seperti "film", ini membuat kisah-kisah tadi seperti hidup dan nyata. Sehingga segala semangat, heroisme, petualangan, dan drama menjadi daya pikat yang hadir dan mematri dalam ingatan. Bukankah memang itu yang menjadi kegemaran anak-anak?

Wayang dari "sononya" adalah media dakwah yang diramu sedemikian rupa, penuh dengan simbol dan perlambang. Sejak mula, wayang memang dimaksudkan sebagai media yang serius untuk orang dewasa. Kalaupun ada anak-anak yang ikut menonton pertunjukan wayang, hal itu lebih disebabkan oleh ketertarikan pada atraksi wayang, atau keramaian yang ada, dan ada pula yang ingin "mencicipi" sajen sang dhalang. Akan tetapi, mungkin, tidak ada yang tertarik oleh alur cerita atau muatan nilai moral yang dibawa oleh kisah pewayangan.

Di sinilah letak "titik artikulasi" Heru Sudjarwo ketika perlunya mengenalkan wayang kepada anak-anak sedang hendak dibangkitkan. Anak-anak memerlukan media yang lebih interaktif, lucu, dan memikat agar mereka tertarik. Diperlukan satu terobosan berani untuk mengembalikan kejayaan wayang agar tak sekadar menjadi romantisme masa lalu. Untuk mewujudkan impian itu, langkah yang paling ampuh, di antaranya adalah melalui penanaman CINTA WAYANG secara dini kepada anak-anak.

Maka sudah saatnya mengeluarkan wayang dari kotak keramatnya yang lembab. Kemudian "mendaurulang" pakem wayang disesuaikan dengan kelompok usia. Agar tak terlalu bias kemana-mana, cukup dengan membaginya menjadi tiga segmen: anak-anak, remaja, dan dewasa. Nah, untuk dhalangnya, kita serahkan kepada sang Maestro: HERU SUDJARWO.

















Adib Machrus,
Seorang sahabat,
Gubesthir pada komunitas JFKM - Senthir

Monday, 25 October 2010

COMPACT DISK INTERAKTIF WAYANG KULIT PURWA GAGRAK SURAKARTA

Saya menampik keras ketika buku RUPA & KARAKTER WAYANG PURWA akan diterbitkan dalam pecahan 10 jilid, justru oleh sebuah penerbit raksasa.
Telah begitu panjang rentang waktu dan derita buku-buku kajian wayang yang selalu dipinggirkan oleh gelegar industri penerbitan. Eeeeehh kurang ajar benar, berani-beraninya atas nama 'pertimbangan komersial', buku kami dikemas 'incrith-incrith; menjadi buku yang tak punya karisma. Sementara buku kumpulan resep Mbok Bubrah atau buku ' Mengesex gaya Mak Embrot' dijilid dengan hard cover, perfect binding, laminating doft dengan spot UV vernish pada huruf 'Mengesex dan Mak Embrot' nya. Pokoknya very-very luxurious, super karismatik.


Saya menghubungi dua sahabat saya ketika sebuah penerbit yang berselera dan penuh cita-cita berminat menerbitkan buku ini apa adanya. Satu sarjana wayang STSI Surakarta secara sah dan meyakinkan, kini menjabat sebagai Ketua Pusat Data Wayang Indonesia, Sumari. Yang kedua dosen Institut Kesenian Jakarta jebolan Sastra Jawa UI, Undung Wiyono
Saya jual mobil yang biasa saya pakai sehari-hari. Sekarang, Mak Embrot mana atau Mbok Bubrah mana yang berani melecehkan saya?


CD INTERAKTIF


Sebagai desainer produksi dan sutradara film veteran, saya makin menggelinjang. Dukungan data dari Senawangi/PDWI yang semlohay, kosa kata yang 'nyemek-nyemek', membuat saya makin brutal. Keinginan menerbitkan buku dalam satu paket lebih dari 1000 halaman saja menurut saya tidak cukup. Selain gambar garis (Art line) ratusan tokoh wayang, kami punya ribuan foto berwarna yang asli kami potret dari kolektor wayang kelas satu Ki Kondang Sutrisno.
Sungguh sebuah penghargaan kepada Kakilangit Kencana, anak perusahaan Prenada Grup yang memberi keleluasaan estetik dan juga sokongan financial ketika nafas saya sudah sebatas leher. Kami bersepakat, buku di cetak hitam putih agar lebih 'babar', lebih terjangkau masyarakat luas. Foto-foto berwarna diseleksi ketat, diberi narasi dan kemudahan multi media sebagai bonus pembaca buku RUPA& KARAKTER WAYANG PURWA.


CD ini sangat mudah dioperasikan. Dilayar tersaji pilihan KAYON/GUNUNGAN untuk masuk kedalam pilihan bermacam-macam bentuk kayon atau gunungan, hewan, barisan dll. 


Menu utama juga menyajikan TOKOH WAYANG. Secara alfabetis, rupa dan karakter ratusan tokoh dimulai dari huruf A (Abimanyu, Arjuna, Anggada dst). Di edisi selanjutnya, insyaallah akan dilengkapi juga dengan fasilitas audi sehingga semua pihak dapat menikmti dengan sempurna.


Termasuk juga tingkat resolusi gambar berwarna akan ditingkatkan, agar semua detailtatahan maupun sunggingan wayag dapat ditampilkan secara optimum.
Menu utama sebelah kanan memberikan kemudahan untuk dapat melihat satu persatu silsilah-silsilah penting dari kadewatan, keluarga pada epik Ramayana maupun mahabharata

Tentu saja semangat menggebu tidak cukup, banyak gambar garis yang belum semurna. CD inipun belum sepenuhnya interaktif.
Beberapa teman seperjuangan; Pak Edy,Pandoyo TB, Mawan Sugiyanto, Danang Haryadi Utomo, Gita lazuardi masih terus menemani dengan disiplin keilmuan masing-masing, terima kasih.





Perjalanan sepuluh tahun lebih, telah menghabiskan energi, emosi yang tak alang kepalang. Jika Tuhan mengijinkan kami diberi 'kewarasan' dan tetap mengawal buku ini, kami setiap hari menggambar dan memotret untuk perbaikan, ilustrasi pendukung narasi dan tokoh-tokoh baru yang hanya ada dalam narasi para dalang.

Saturday, 23 October 2010

BUPATI DENGAN 3000 WAYANG DAN 2000 KERIS




Digital Super Impossed HERU S SUDJARWO on PANDOYO TB photo's







Sulit dibayangkan seberapa besar kecintaan dan biaya Kanjeng Pangeran Arya Adipati Condro Kusumo Suro Agul-agul Ki ageng Donowarih Ki Bodronoyo H. Begug Poernomosidi terhadap peninggalan budaya leluhur yang adiluhung itu, jika sebilah keris dengan kualitas sedang saja berada pada kisaran harga 5 juta? Dan wayang kulit dengan kualitas yang baik bisa jadi harganya diatas 2,5juta? Jangan coba-coba menghitung, jika harga keris ’Nagasasra’, seratus jutapun belum tentu Kanjeng Bupati berkenan melepas, belum lagi wayang-wayang klasik buatan tahun 1716,1744 yang beliau koleksi.

PANDOYO TB's photo

Saya tentu tidak dalam kapasitas menaksir uang yang telah dikeluarkan kangmas Begug, demikian beliau suka dipanggil. Tapi hidup selama 2 bulan bersamanya, kalau saja saya tidak sering-sering istighfar, mungkin rambut saya sudah sulit rebah, melandak menantang langit, saking sombongnya. 
Berjalan bersama beliau pada suatu malam menuju panggung tempat beliau mendalang, laksana raja atas angin. Diiringi serangkaian mobil para pengawal keraton ’Kadipaten Songgo Langit’, demikian beliau biasa menyebut kabupaten yang dipimpinnya. Belasan swarawati dan penari Bedaya (bahkan pernah pentas dengan 300 sinden dalam sebuah pertunjukan), puluhan nayaga dan abdi dalem untuk berbagai urusan, merupakan barisan besar yang secara rutin berkeliling wilayah kabupaten wonogiri menggelar wayang.
Walaupun tampak glamour, itulah cara seorang pimpinan daerah yang juga seorang dalang 'tiban', dalang yang tanpa belajar langsung bisa mendalang, menyampaikan program-programnya yang nota bene adalah perpanjangan tangan pemerintah.


PANDOYO TB's photo


’Ditimbali’, dipanggil untuk satu urusan, oleh Kanda Bupati 3 bulan yang lalu, adalah peristiwa yang begitu indah. Betapa tidak, sebagai orang yang menyukai wayang sejak dalam kandungan (sing iki rada ngawur, biar lucuhhh), saya seperti mendapatkan hadiah lotere tanpa memasang. Mendapat amanah menyusun buku 3000 wayang koleksi Begug Poernomosidi, dipastikan saya dapat memanjakan sahwat penglihatan saya. Menikmati tatahan dan sunggingan puluhan, bahkan mungkin ratusan empu.

PANDOYO TB's photo                                                                                                                                                   KURAWA 100



Dengan tergopoh-gopoh saya pecut tunggangan saya Ki Suproton, tanpa sais menuju Wonogiri. Terbayang Ki Bodronoyo dengan kehangatan senyumnya yang khas, dengan keanggunan seorang warok ia akan menyajikan menu 'ngerowot', berbagai makanan dari ubi-ubian yang beliau konsumsi selama lebih dari 20 tahun sebagai menu utama setiap hari. walaupun sesungguhnya dengan keberadaan sebagai bupati selama 2 periode, restoran mana yang keberatan menyuguhkan sajian terbaik mereka untuk sang baginda.


CINTA BUDAYA NEGERI


Kanjeng Pangeran Condro Negoro adalah orang yang simpel, meletup, penuh dinamika angan -angan akan hal yang besar, begitu cepatnya ia menemukan gagasan-gagasan segar, bahkan terlalu cepat hingga tidak jarang membuat lintang pukang pembantu-pembantunya.
Jika kebetulan uang 'ready', saat itu juga gagasan dilaksanakan, tapi jika dana tak tersedia segera, bisa memusingkan semua bawahannya. 
Suatu pagi beliau menginstruksikan 'membangun candi' misalnya, semua prajurit, hulu balang serta merta bergerak menyiapkan 'uba rampe', sarana dan prasarana membangun candi. 
Hanya berjarak makan siang, karena dana membuat candi belum terbayang keberadaanya, sore ia sudah punya gagasan lain: Membuat tambak!. Maka 'sungsang-sumbel'lah laskar kadipaten Sonngo langit.
"Kanjeng, bagaimana, apa candi tetap dipersiapkan pembangunannya"
"Candi opo?" sambil menyorong ketela pohung .





Mungkin ilustrasi diatas kelewat ekstrim buat menggambarkan seorang bupati yang gelisah, dinamis dalam pengertian kreatif. Kecintaannya kepada budaya negeri ini tak ada yang meragukan. Bagaimana ia membangun Museum Wayang di Wuryantoro, bagaimana ia mensponsori Ki Manteb Soedharsono sebagai duta budaya ke UNESCO yang pada akhirnya kita semua mendapat pengakuan, wayang dari Indonesia sebagai warisan budaya dunia.


Itu sebabnya saya tak meragukan ketika beliau meminta saya menyusun buku koleksi wayang nya. Bukan itu saja, ia bahkan akan membiayai pengalihbahasaan buku RUPA & KARAKTER WAYANG PURWA.


" Dinda, ndak usah balik Jakarta lagi. Besok selamatan, langsung mulai pekerjaan" Demikian mas begug, di gazebo rumahnya yang belum jadi di Solo.
"Ini ada uang untuk memulai, mbesuk Seloso tak kasih semuanya. Sak biaya cetaknya sekalian" suara raja menggetarkan, apalagi sambil menyorongkan 'shopping bag' warna-warni berisi uang.
"Siap kandah" kata saya sambil tangan saya secara reflek mulai bekerja cepat keatas meja, tanpa harus memindahkan pandangan saya dari wajah beliau, shopping bag itu telah terlipat ringkas, padat langsung berpindah dan bersemayam dengan mantab di singgasananya dalam rangsel saya.

KAMAR NO 4


Di keraton 'kadipaten Songgo Langit' ada sebuah kamar. Bidang rumah tangga kabupaten memberi nomor urut 4 pada ruang ukuran 5 x 12 meter itu. Ruang mewah dengan 3 tempat tidur besar dipercayai sebagai ruang 'istimewa', bahkan secara bisik-bisik para abdi dalem senior mengatakan kamar itu adalah ruang pertemuan Kanjeng Bupati dengan Nyai Roro Kidul.
" Dinda, panjenengan nanti sare (tidur) di kamar nomor 4" kata beliau.
" Kamar itu, beberapa presiden yang mau memangku jabatan sare disitu lho..," tambahnya lagi serius.











Kata-kata "presiden yang mau memangku jabatan" itu membuat saya bergidig. Saya ini apa? Pelukis nggak terkenal, sutradara 'magel', nanggung. Pematung pesanan pemerintah, penulis?

"Mengko tak buka'ke (nanti saya bukakan)" kata beliau lagi. Tentu kata 'buka' disini bukan dalam kaidah bahasa Indonesia yang 'baek dan bener'. Buka, dalam pemahaman ritual orang jawa, yaitu ketuk pintu pada penunggu ruangan yang tak kasat mata.
Astaghfirullahalazim, kali ini berdiri bulu kudukku.

Seorang kru pemotretan secara jenaka mencubit pantatku: " Lho, gimana sih Oom.., njenengan itu kan juga calon presiden to.., PRESIDEN WAYANG RIKIBLIK ENDONESAAAHH"



" ..mbesuk Seloso" yang tak kunjung tiba

Kepercayaan ini anugerah buat saya. Jangankan dibayar, mengeluarkan uangpun demi terwujudnya impian indah bersama wayang, saya lakukan.
Uang muka itu kurang dari sepersepuluh nilai pekerjaan, tapi 'aura ketulusan' beliau membuat saya menyusun armada tempur yang besar untuk menyegerakan penyelesaian buku. Fotografer kelas satu dengan tim dan peralatan saya datangkan. Desain grafis saya siapkan dengan pola kerja on line di Solo, Jakarta,Tangerang dan Bogor. Konsultan beserta staf dari Pasinaon pedalangan keraton Mangkunegaran saya hadirkan. Bahkan saya bekerjasama dengan satu pengelola web site wayang yang menggambar wayang secara digital untuk membuat gambar Kurawa 100 miliknya (Pak Begug satu-satunya orang Indonesia yang mempunyai wayang Kurawa 100 lengkap) sebagai nilai tambah buku itu.
Dengan percepatan demikian, uang dalam shopping bag di rangsel hitam saya hanya mampu mengelola 20 hari perhelatan kelas dunia itu.

Sejak hari ke 21, saya mulai menata 'Gelar sepapan', pola tempur ala pewayangan, menjadi gaya bertahan. Satu pesatu teman-teman seperjuangan saya minta pulang lewat pintu belakang meninggalkan medan laga mencari penghidupan lain.
Sudah 4 bulan. Saya tinggal sendirian bengelus halaman demi halaman dengan kecepatan 5 km per jam dari siang hingga pagi hari berikutnya, setiap hari tanpa libur hari minggu ataupun hari-hari besar lainnya.
Terbayang candi yang tak jadi dibangun, tentang tambak, walaupun itu hanya itu ilusi saya agar tampak lucu ditengah kehidupan istana yang sering kali lebih perih dibanding hidup ditengah kaum 'bisa-biasa saja.
Hari 'Seloso' itu akhirnya tak pernah datang. Saya tetep menggumuli wayang sebagai bentuk cinta, bukan lagi sebagai sebuah pekerjaan sambil sesekali menengok kalender besar hadiah Bank mandiri.
Alangkah terkejutnya saya bukan alang kepalang. Ternyata, hari seloso itu memang tidak tidak tercetak disana.
Tak yakin, saya lihat kalender lain. Sungguh terguncang saya dibuatnya. Hari seloso itu tak pernah ada dalam khasanah perkalenderan manapun. yang ada adalah HARI SELASA

Bekasi, 24 Oktober 2010 sebelum azan Magrib.

Monday, 18 October 2010

"WAYANG" GO TO GERMANY

 

 

Frankfurt Buchmesse (Frankfurt Book Fair) Germany, 6-10 October 2010

 

Pagelaran Wayang, or the Wayang Puppet Theatre, renowed for its elaborate puppets and complex musical styles. This ancient form of story telling originated on the Indonesian Island of Java. For ten centuries wayang flourished at the royal courts of Java and Bali as well as in rural areas. Wayang has spread to other islands (Lombok, Madura, Sumatra and Borneo) where various local performance styles and musical accompaniments have developed.

The Wayang Puppet Theatre still enjoy great popularity. However, the changing economic structure of Indonesia has led to a decreased interest in and demand for wayang performances, which jeopardizes artists’ livelihood and the transmission of their art. Furthermore, wayang is pressed to serve popular tastes that sometimes do not appreciate its traditional refined way of weaving humour into serious social and political commentaries. In this milieu, in November 2003, UNESCO proclaimed the Wayang Puppet Theatre a Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity, and the ensuing Action Plan aimed to encourage its revitalization as a living practice.

This book emerge as one of the many efforts to preserve this cultural heritage of humanity. The book presents about 520 wayang characters and the explanation of each character in detail as well as the brief storylines and philosophical background of the characters. The book is acknowledged as one of the most complete documentation of wayang based on the research which conducted by its author, Heru S. Sudjarwo, for more than 10 years. 

Link :

http://www.buchmesse.de/en/fbf/

 

Saturday, 16 October 2010

APA KATA MEREKA





Ketiga penulis buku Rupa & Karakter Wayang Purwa 'sowan', mengunjungi pak Jero Wacik, Orang Indonesia yang 'sudah semestinya' paling bertanggung jawab terhadap kelangsungan budaya adiluhung ini. Mengunjungi senior mereka diberbagai tempat, bukan sekedar 'kangen-kangenan', melepas rindu. Dengan membawa naskah 1200 halaman, gambar-gambar tangan diatas kalkir dan foto koleksi Ki Kodang Sutrisno yang menurut Solichin, Ketua Umum Senawangi, merupakan salah satu wayang terbaik yang ada di Indonesia.


 " Saya mengucapkan selamat kepada para penulis yang secara mandiri telah menyelesaikan penelitian dalam rentang waktu yang sangat panjang yang kemudian melahirkan buku ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai usaha kita bersama untuk memelihara wayang pada khususnya dan kebudayaan kitta pada umumnya"

Ir. Jero Wacik, S.E.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI



" Karakter wayang dipaparkan secara populer
namun berisi, sehingga dapat dijadikan acuan
bagi siapapun yang ingin mengetahuinya".

Drs H. Solichin
Ketua Umum Senawangi.

" Buku ini telah menambah khasanah bacaan tentang
wayang kulit purwa.
Di masa mendatang, kami mengharapkan ditulis pula
wayang-wayang yang lain, misalnya Wayang Golek Sunda,
Wayang Bali, Wayang Sasak dan sebagainya".

Ekotjipto, S.H.
Ketua Umum Pepadi Pusat.



.....................................................................................................
DOKUMENTASI PREE LAUNCHING DI GEDUNG WAYANG KAUTAMAN-TMII



.....................................................................................................


“Saya sungguh merasa bahagia dan bersyukur atas terbitnya buku Rupa & Karakter Wayang Purwa ini karena sangat berguna bagi perkembangan seni budaya dan ilmu pengetahuan bangsa Indonesia.”

Ki Timbul Hadiprayitno
Dalang sepuh (Yogyakarta).



“Lahir batin saya trenyuh, karena bahagia. Buku ini dapat dijadikan pegangan bagi para dalang, terutama dalang junior yang belum mengenal rupa wayang yang pakem atau orisinal.”

Ki Anom Soeroto
Dalang kondang (Surakarta)



“Buku ini sangat bermanfaat bagi nusa dan bangsa, terlebih dunia pewayangan. Sebab tidak semua dalang mengetahui isi, rupa dan karakter wayang termasuk falsafah yang terkandung didalamnya. Saya bangga atas kerja keras adik-adik saya ini.”

Ki Manteb Soedarsono 
Dalang kondang (Surakarta).



“Saya merasa mendapat teman dalam upaya menyelamatkan khazanah budaya bangsa Indonesia, khususnya wayang kulit. Buku ini menjadi salah satu acuan untuk melengkapi jati diri bangsa di tengah-tengah dunia global saat ini.”

H. Begug Poernomosidi
Dalang, Bupati Wonogiri.

“Sebuah karya yang luar biasa, terutama ditulis oleh orang Indonesia yang tanpa pamrih. Tanpa ambisi yang berlebihan, ditulis berdasarkan kecintaan terhadap khazanah budayanya. Sumbangan terbesar bagi yang ingin mengetahui pewayangan secara elementer maupun ilmiah.”

Prof. Dr. Rahayu Supanggah
Budayawan, Guru Besar ISI Surakarta.




“Ini adalah upaya konkret melestarikan budaya asli Indonesia. Buku ini harus didorong agar mendapat dukungan dari semua pihak untuk menjadi bacaan bukan hanya oleh praktisi wayang, tapi juga remaja dan masyarakat umum.”

Prof. Dr. Sarlito Wirawan
Psikolog,
Guru Besar,
Ketua Komunitas Wayang UI

“Buku Rupa & Karakter Wayang Purwa ini menjadi sesuatu yang sangat unik dan masterpiece. Sebuah karya agung yang bukan hanya berarti pada hari ini tapi bagi anak cucu kita, bagaimana seluruh dunia akan memahami wayang itu betul-betul The Oral and Intangible Heritage of Humanity.”

Sulebar M. Soekarman
Senirupawan,
Mantan Ketua Dewan Kesenian Jakarta,
Pelukis. (Yogjakarta)

“Saya benar-benar terharu, tidak menyangka masih ada
orang yang menyayangi karya pedalangan/pewayangan. Mudah-mudahan Allah memberi suatu dukungan sampai berhasil  apa yang dicita-citakan para penulisnya.”

RH. Tjetjep Supriadi
Dalang sepuh (Karawang)



“Wayang telah dikenal dan digemari diseluruh Indonesia. Masing-masing daerah mempunyai wayang yang khas. Melalui buku ini kita dapat melihat wayang gagrak Surakarta yang dituangkan secara bagus baik gambar maupun narasinya.”

Ki Dede Amung Sutarya
Dalang wayang golek (Bandung).



"Kerinduan kita terhadap buku-buku wayang yang mandeg,
terasa terobati"

Rng. Edy Sulistyono, S.Sn.
Perupa wayang,
Empu Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN)


“Saya merasakan pentas wayang kulit purwa semakin hari semakin jarang. Pemahaman masyarakat tentang wayang kulit purwa juga semakin menipis.
Saya yakin kehadiran buku ini dapat ikut berperan memberi
pengetahuan yang dibutuhkan bagi dunia pewayangan
maupun masyarakat luas.”

Hiromi Kano
Swarawati asal Jepang.





.....................................................................................................
PROSES ILUSTRASI "RUPA & KARAKTER WAYANG PURWA"
http://www.facebook.com/album.php?aid=29108&id=1842501329&l=6e800b4789
.....................................................................................................
BEBERAPA LINK "RUPA & KARAKTER WAYANG PURWA"
http://www.facebook.com/profile.php?id=1842501329#!/note.php?note_id=335069541257
.....................................................................................................
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=1262803818628&set=o.280631771284#!/photo.php?pid=486612&o=all&op=1&view=all&subj=106108542770927&id=1842501329
.....................................................................................................
http://www.facebook.com/album.php?aid=26351&id=1842501329
.....................................................................................................

Thursday, 14 October 2010

KAWAN, TEMANI AKU MERAUNG











Buku setebal hampir 1200 halaman ini adalah sebuah representasi wayang kulit purwa gaya Surakarta. Gambar garis (line art) yang dikumpulkan lebih dari 10 tahun, adalah gambar asli yang dibuat diatas kertas kalkir sebagai ilustrasi dari sekitar 500 karakter tokoh wayang kulit purwa.

Beberapa fragmen baik dari kisah-kisah para Dewa, Ramayana hingga Mahabharata dilukiskan penuh kesungguhan, menjadi semacam prosa liris dari kecintaan kepada kakeknya RS. Boenawas. Seorang pembuat wayang, sutradara sandiwara, penyanyi dan pemain orkes stambul yang disela pekerjaannya telah memperkenalkan wayang dan begitu banyak menurunkan bakat seni padanya.

Buku Rupa & Karakter Wayang Purwa juga menjadi semacam gumpalan semangat menggugat kepada keadaan secara umum di Indonesia yang kurang berpihak pada seni tradisi. Mengapa ketika sebuah penerbit raksasa meletakkan buku ini pada sederet antrian untuk diterbitkan jauh dibawah buku-buku tentang pengetahuan onderdil sepeda motor dan sex gaya Jeng Ngerot, para penulis memilih untuk berjuang secara independen. Agar disana yang bicara hanya kemurnian cinta pada dunia wayang tanpa campur tangan pihak-pihak yang acap kali hanya mendengus seraya menjulur-julurkan lidah berlumur liur, pertanda kerakusannya terhadap UANG.


Awalnya sebuah raungan


Fenomena jejaring sosial Facebook memberikan peluang interaksi bagi siapa saja baik yang hanya sekedar iseng, pertemanan dan persahatan. Secara tanpa sengaja, seorang editor dari penerbit Kakilangit Kencana Triwibowo BS membaca posting berupa status harian Heru S Sudjarwo, kemudian ia kumpulkan dan di publish kembali sebagai sebuah NOTE yang mengharukan.



Heru S Sudjarwo - June 25, 2009 at 3:17pm · 
"Hati perih teriris melihat karya adiluhung tergolek di museum. Di kotak-kotak tua yang jarang dibuka. Hati luka ketika karya mancanegara bersimaharajalela, meraung dan membabi buta, mengisi hampir seluruh rongga budaya kita. Aku cuma sedih ketika upaya memperbanyak "Jagad Wayang" selalu menhadapi kendala. Teman, kawani aku. Meraung "


Heru S Sudjarwo - June 21, 2009 at 5:37pm ·
"Jagad Wayang mau diterbitkan dengan "Mengenal 400 tokoh Wayang". Gramedia belum kontak lagi hingga kini. Pak Solihin, dimanakah engkau? Mas Sumari, apakah kita selalu menjadi spesialis kandas? Okay "Mr. Kandasman"



..dan raungan itu terdengar.



Heru S Sudjarwo - July 30, 2009 at 5:32pm · 
"Menggigil saya ketika " 400 Tokoh Wayang" kembali diletakkan diatas meja. Terbayang 10 thn silam saat saya dan Mas Sumari mulai menyentuh lembar demi lembar buku yang sarat pesan moral itu. Adakah lagi yang lebih membahagiakan menyongsong kelahiran sebuah buku bagi seorang penulis. Tuhan, kalo ini juga menjadi iming2mu... di hari tuaku, aku tetap merasa bahagia....."

Heru S Sudjarwo - August 11, 2009 at 11:45am ·
"Hari ini bukuku "400 TOKOH WAYANG" akan dibahas penerbitannya. Kulangkahkan kaki ke Penerbit Kaki Langit Kencana - Rawamangun. Bismillah, Di tengah hiruk pikuk BOM meledak dan statemen pemerintah, akan hadir Semar yang arif, Kresna yang cerdik, Gatotkaca yang gagah perkosa! Tetap, mohon doa seluruh teman, amin."


Heru S Sudjarwo - August 15, 2009 at 11:22pm ·
"Menjadi amat seru...ketika diskusi dengan Penerbit KAKI LANGIT KENCANA yang menginginkan 400 TOKOH WAYANG menjadi buku "Babon" pewayangan. Ada bonus CD berisi photo2 koleksi keraton SOLO secara lengkap. Selasa pukul 10.00 WIB kita racik sekali lagi diatas meja. Trus....Sowan ke SURAKARTA minta izin koleksinya kita pabliz..abiz..."


A new hope arising ...



Heru S Sudjarwo - August 16, 2009 at 12:08am · 
"Doa teman2 menemani saya, semoga perjalanan 10 tahun ini tak berakhir sia2. ALLAH tuhanku berikan rahmatmu sebutir debu saja, cukup rasanya mengawal ini semua. Amin"

Heru S Sudjarwo - September 5, 2009 at 12:06am · 
"Nongkrong di AMPERA bersama para Editor KAKI LANGIT KENCANA; Syafruddin Azhar,Triwibs Kanyut, Ahmad Kasyful Anwar dan si cantik Lisa " Senja Merah" Febriyanti adalah melihat dunia berputar, menggelinjang seperti mesin waktu ke 26 tahun silam, ketika tikungan tajam pertama kulalui. Menyeruput kopi hitam layaknya membuka... lembaran buku harian yang kian kusam. Terima kasih teman, kalian telah menemani aku, MERAUNG.."


Heru S Sudjarwo - September 5, 2009 at 12:06am · 
"Proses penulisan ulang, penambahan Ilustrasi, lakon2 populer dan penyuntingan terus berlangsung siang malam...ditengah eforia SMS Berantai yang mangkin semaraxs..."


Proses penulisan ulang
Kontribusi terbesar saat buku harus ditulis ulang karena kesepakatan segmentasi yang dilebarkan datang dari Undung Wiyono, Sarjana Sastra Jawa UI dan dosen IKJ


Proses menggambar tokoh-tokoh baru
Sumari Sarjana pedalangan ISI Surakarta, Ketua Pusat Data Wayang Indonesia (PDWI) yang membukakan jalan buku ini mendapatkan sumber data yang padat dan akurat
Proses pembuatan CD Interaktif
Pandoyo TB, senior Cameraman di industri Film Era Teguh Karya meyumbangkan keahliannya untuk memotret wayang kulit koleksi Ki Kondang Sutrisno.


Proses koreksi dan supervisi
Bambang Suwarno, S. Kar., M. Hum., Konsultan buku R&KWP, seorang perupa wayang terkemuka, memeriksa satu persatu gambar dan photo wayang yang akan di 'publish'.

Restu Budayawan dan Tokoh Pewayangan

Kunjungan sekaligus perekaman testimoni Ki Manreb Soedharsono, Ki Anom Suroto, Ki Timbul Hadi Prayitno, Prof. DR. Wakidi (Putra Ki Timbul) dan H. Begug Poernomosidi dan Ki Purbo asmoro



Heru S Sudjarwo - September 21, 2009 at 4:13am · 
"Wayang Kulit Purwa koleksi Kraton Surakarta di 'Pe', diangin2 agar tidak lembab hanya pada bulan syawal. Kesempatan yang langka. kami menyiapkan perangkat pomotretan dan video. Ki Sumari membawa surat SENAWANGI rasanya cukup santun untuk menghadap Sinuwun. Saya menyusul pagi ini menuju Solo, sebuah kerja sungguh2 disaat orang msh dalam suasana lebaran untuk memberikan yang terbaik bagi pembaca MENGENAL TOKOH WAYANG".


Lisa Febriyanti - November 19, 2009 at 1:00pm ·
"Saat ini kau sedang berjuang menyelesaikan misi penting bagi bangsa. Buku Wayang itu. Dan mestinya saat ini kami ada di sana untuk menemanimu, Kang Mas Heru......"


Heru juga manusia, kadang juga sedikit jengkel


Heru S Sudjarwo - November 30, 2009 at 3:58pm · 
"Kenapa dulu sy bercita2 membuat BUKU WAYANG ya? Kok nggak NASI GORENG SEAFOOD aja? wah rumit bgt. Korektor di percetakan nanya: "pak yang bener Arjuna atau Permadi?". Pada hari yang lain mereka tanya lagi: " ANGGADA apa ANGGODO pak?". Kebetulan saya lagi kesel, saya jawab sekenanya: BARESKRIM..!!"


Perjuangan tak sia-sia ...







Heru S Sudjarwo 
"Sejak doa yang dipimpin Gus Adib Machrus diamini jemaat menggema keseluruh rongga NEWSEUM ART SPACE.. Buku Rupa & Karakter wayang Purwa akan menyusur keseluruh negri. merayap membawa nasibnya sendiri....MOHON RESTU"


Selamatan selesainya produksi buku Rupa & Karakter Wayang Purwa


Heru S Sudjarwo 
"Menapak pada ruang yang sebelumnya tak pernah kukenal....
ALLAH, ulurkan tanganmu, bimbing aku".

Heru S Sudjarwo 
"Melewati 5 hari yang penuh arti ..... ALLAH, kepadamu aku bersujud...."

Heru S Sudjarwo 
"YANG LEBIH MAHAL ADALAH NILAI. BUKAN HARGA"


* Good Luck, Chuck Albrew & The Book !!






Triwibowo BS

Editor Senior Penerbit Kakilangit Kencana
Penulis & Penerjemah
Pengamat masalah budaya
Rektor di Perguruan Tinggi JFKM