Saturday, 30 October 2010

WAYANG FOR KIDS



*Jimpitan pikiran*

Inspirasi ini muncul begitu saja ketika saya berkenalan yang dilanjutkan berbincang dengan penulis buku "Rupa & Karakter Wayang Purwa", Heru S Sudjarwo. Kebetulan momen perkenalan kami adalah di saat jelang launching buku babon wayang purwa tersebut, yang pengerjaannya sedang dikebut agar tepat waktu di kantor Kakilangit. Sebagai posko penggarapan, kantor penerbit ini siang malam selalu "berdenyut" dan berpenghuni, sehingga saya dapat bertandang kesana kapan saja. Lebih-lebih pada waktu itu, juga menjadi awal tatap muka saya dengan Tri Wibowo yang lebih sering dipanggil dengan nama artisnya: Mbahnyut. Melalui Mbahnyut pulalah persahabatan saya dengan Sang "Superheroe" ini bermula.

Setelah acara perkenalan selesai, dilanjutkan dengan perbincangan. Perbincangan? Oh, nanti dulu. Tepatnya adalah saya disuguhi sebuah "pagelaran". Sesekali memutar film dokumenter, lalu beralih ke drama, kadang diselingi dengan adegan silat yang sungguh luar biasa hidup dengan jurus "delapan penjuru angin", atau bumbu-bumbu guyon yang khas dan segar. Mengikuti gaya, mimik, ekspresi, intonasi, dan gerak seluruh anggota badannya yang semuanya turut memberi aksen cerita, saya seperti "menonton" sesuatu.

Semisal ketika ia mengisahkan pertarungan antara Karna dan Gatotkaca. Terbayang di layar benak saya, bagaimana kelebat Konta yang melesat, berdesing, dan berkilatan lalu menembus perut Kesatria Pringgondani itu. Begitu juga kala tubuh sang pahlawan meluncur deras, berdebum keras dan terhempas ke tanah, menghasilkan gumpalan debu yang beterbangan, hingga akhirnya menimbulkan lubang besar yang menganga, akan tergambar dengan detil.

Lebay? Tidak.

Saya teringat semasa kecil dulu. Ibu saya adalah seorang yang saya sukai saat bercerita. Kisah favorit saya pada waktu itu seputar para nabi dan rasul. Gaya bertutur ibu yang dapat membawa imajinasi mirip seperti "film", ini membuat kisah-kisah tadi seperti hidup dan nyata. Sehingga segala semangat, heroisme, petualangan, dan drama menjadi daya pikat yang hadir dan mematri dalam ingatan. Bukankah memang itu yang menjadi kegemaran anak-anak?

Wayang dari "sononya" adalah media dakwah yang diramu sedemikian rupa, penuh dengan simbol dan perlambang. Sejak mula, wayang memang dimaksudkan sebagai media yang serius untuk orang dewasa. Kalaupun ada anak-anak yang ikut menonton pertunjukan wayang, hal itu lebih disebabkan oleh ketertarikan pada atraksi wayang, atau keramaian yang ada, dan ada pula yang ingin "mencicipi" sajen sang dhalang. Akan tetapi, mungkin, tidak ada yang tertarik oleh alur cerita atau muatan nilai moral yang dibawa oleh kisah pewayangan.

Di sinilah letak "titik artikulasi" Heru Sudjarwo ketika perlunya mengenalkan wayang kepada anak-anak sedang hendak dibangkitkan. Anak-anak memerlukan media yang lebih interaktif, lucu, dan memikat agar mereka tertarik. Diperlukan satu terobosan berani untuk mengembalikan kejayaan wayang agar tak sekadar menjadi romantisme masa lalu. Untuk mewujudkan impian itu, langkah yang paling ampuh, di antaranya adalah melalui penanaman CINTA WAYANG secara dini kepada anak-anak.

Maka sudah saatnya mengeluarkan wayang dari kotak keramatnya yang lembab. Kemudian "mendaurulang" pakem wayang disesuaikan dengan kelompok usia. Agar tak terlalu bias kemana-mana, cukup dengan membaginya menjadi tiga segmen: anak-anak, remaja, dan dewasa. Nah, untuk dhalangnya, kita serahkan kepada sang Maestro: HERU SUDJARWO.

















Adib Machrus,
Seorang sahabat,
Gubesthir pada komunitas JFKM - Senthir

1 comment:

  1. "WAYANG FOR KIDS" sebuah Jimpitan Pikiran dari Sahabat Adib Machrus, memiliki nilai sumbang pemikiran yang sangat jauh dari sekedar sebuah jimpitan sabagaimana aktivitas jimpitan warga se RT yang hanya sekedar untuk membantu kesejahteraan petugas siskamling, tapi jimpitan pikiran disini sudah menaikan derajat pada level yang tinggi dari makna sebuah kata "Jimpitan".

    Wayang For Kids,... mempunyai kekuatan pada penggunaan bahasa yang mendunia, akan sangat jauh (populer) jika menggunakan idiom lokal semisal "Wayang Anak" (Wayang Wong sing main tua-tua) atau "Wayang Bocah", meski idiom lokal itu juga tidak rendah nilainya.

    Wayang For Kids,... membutuhkan kekuatan jiwa banyak pihak, dari mulai para penggagasnya, proses kreatif, proses produksi, dan tentunya pembiayaan dan media yang sangat diharapkan keikhlasannya untuk sama-sama mewujudkan "jimpitan pikiran" ini.

    Wayang For Kids,... saya siap meski hanya sebatas tukang angkat-angkat properti.

    ReplyDelete